Martin van Bruinessen
Ada situasi yang bersifat struktural, yang membuat kalangan bawah itu tetap miskin dan kian miskin. Sementara di ranah politik tingkat nasional, Islam kian mendapatkan tempatnya yang signifikan, sekaligus juga ambivalen.
Melihat perjalanan antara Islam dan politik yang seakan berbenturan itu, Martin Van Bruinessen mencoba untuk mengkaji dan menelusuri seluk-beluknya melalui buku ini. Dia menyebutkan bahwa hubungan antara ulama dan umara (pemimpin) selalu bersifat ambivalen. Pada satu sisi, ulama paling tidak dalam tradisi Sunnisenantiasa memberikan legitimasi keagamaan kepada pemegang kekuasaan de facto (alias waliul amri bisy syaukah, menurut istilah ulama Indonesia tahun 1950-an).
Di sisi lain, juga ada pandangan umum bahwa kekuasaan itu selalu korup dan berdekatan dengan mereka yang sedang berkuasa akan merusak harkat moral ulama dan integritas ajarannya. Ada sebuah hadis populer yang menganjurkan sikap menghindar dari penguasa, yang sering dikutip dalam berbagai khotbah: “Seburuk-buruk ulama adalah mereka yang pergi menemui umara, sedangkan sebaik-baik umara adalah mereka yang pergi menemui ulama”. Berdasarkan penelitian hadis ini sebenarnya “lemah” (dha’if), tidak benar-benar meyakinkan keasliannya. Namun, kenyataan bahwa hadis ini seringkali dikutip oleh para ulama dan da’i populer di Indonesia menunjukkan bahwa kutipan di atas mengungkapkan sesuatu yang mereka rasakan secara mendalam (Hal. 133). www.nu.or.id
Pengarang | Bruinessen, Martin Van, penulis |
Pengarang lain / Kontributor | |
Subjek | Islam dan politik |
Penerbitan | Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya , 1999 |
0 Comments